2012/06/07

Make Your Own Salmon Furikake


salmon furikake illustration from justbento.com
Furikake adalah bumbu makanan Jepang kering yang berbentuk butiran, tepung atau berserat seperti abon. Biasanya bumbu ini ditaburkan di atas nasi sebagai lauk. Produsen makanan sekarang ini membuat furikake dalam berbagai macam rasa dan kemasan menarik. Furikake biasanya berisi nori, biji wijen, ikan kering/ikan serut kering, sayuran kering. Semua bahan dicampur dan diaduk jadi satu dan ditaro diatas nasi.

Makanan ini disebut "furikake" karena mulanya disimpan di dalam botol yang harus "diguncang-guncangkan" (dalam bahasa Jepang: furu) agar tercampur rata sebelum "ditaburkan" (kakeru) di atas nasi. Asal-usulnya adalah bumbu tabur di atas sekihan (nasi merah) yang disebut gomashio (campuran biji wijen dan garam) dan yukari (garam dan daun perilla bekas perendam umeboshi yang dikeringkan dan dihaluskan).

Pertama kali saya makan furikake sebenarnya bukan furikake dari Jepang tapi dari Korea. Isinya nori, biji wijen, ebi & almond. Waktu itu saya dapat sebagai oleh2 dari teman Korea yang pulang kampung. Rasanya enak banget dan akhirnya saya coba untuk membeli furikake asli Jepang. Tapi entah kenapa koq saya malah gak suka. Saya mencoba beberapa macam furikake, tapi gak ada yang sreg. Apalagi yang isinya sejenis abon ikan, nori, biji wijen & tepung. Ternyata koq baunya amis banget ya... Yang ada malah gak napsu makan. Tapi untungnya sekarang furikake Korea itu dijual juga di supermarket Jepang, walaupun harganya lebih mahal dari furikake Jepang.

Beberapa waktu lalu saya nonton TV dan ada acara masak yang menayangkan cara bikin furikake salmon. Wah! Kebetulan! Furikake salmon really saves my day!! Specially when I don't have anything for lunch or dinner for Myesha.

Bikinnya simple banget. 

Bahan: 
1. salmon tanpa kulit 300gr 
2. air jeruk lemon 
3. 2 sendok makan biji wijen sangrai
4. garam & gula secukupnya

Cara:  
Pertama lumuri salmon dengan air jeruk lemon, rebus salmon sampai matang, mungkin kira2 5-10 menit. Lalu tiriskan salmon. Masak kembali salmon diatas pan tanpa minyak. Hancurkan salmon dengan spatula kayu sampai hancur & kering (teksturnya jadi kaya abon). Tambahkan garam dan gula sesuai selera, sampai terasa cukup gurih. Tambahkan kira2 2 sendok makan biji wijen sangrai. Aduk2 lagi sampai rata dan diamkan dingin. Bisa disimpan di lemari es sampai 5 hari. ^_^

Furikake salmon ini juga bisa dipakai untuk ini onigiri atau untuk isi sushi roll. Myesha suka banget kalau dibikinin ini. Simple dan bergizi tinggi!! ^_^ 




2012/03/05

The Meaning of Name: MAHESYA ABBI ALQANTARA

It was quite difficult at the beginning to find a unique and good name for our second child. Since the beginning of my pregnancy I just had the feeling that I would have a baby boy, instead of a baby girl. Physical changes that happened to my body during pregnancy, specially in the first trimester, convinced me that I would have a baby boy. :p I had small acne all over my face during the first trimester, it was hard for me to put make up on my face. Then on the second trimester I had skin rash, like small red spots all over my neck, chest, shoulder and back. It was very very very itchy and dry. I had to use aloe vera gel regularly and use a non-soap formula shower gel when taking shower and the doctor also gave me special cream for itchy skin. To make more sure that I was having a baby boy, we also asked the doctor about the gender of the baby and he said that it was 90% boy. Yeay! We were so excited!! ^_^

So we started to find a baby boy name that starts with letter M. We had several choices. It was strange that this time we did not have lots of difficulty to find a good baby boy name. On my first pregnancy it was sooo difficult to find a good baby boy name that starts with letter M, but this time it was difficult to find a baby girl name that starts with letter M. This time we decided to give a more “Indonesian” name for our baby boy because with Myesha, we already gave her an “international” name. So we search either from traditional Javanese name or from Sanskrit origin. After long search, long discussions and long thoughts, we decided to give name to our baby boy “Mahesya” because it rhymes with “Myesha”. Hahahaha... Mahesya is originally come from the word “Mahesh”. Mahesh in Sanskrit/Hindi means “great ruler”. I would say it as a “great leader”.

Mahesya, the thinker baby... :p
After choosing the first name, we also decided to make our second child's initials same as Myesha, M.A.A., because Myesha's name is Myesha Amelie Adele. This part is the hardest one. Hahahaha...

On December 2011, Danang went to watch FIFA Club World Cup semifinals F.C. Barcelona vs Al Saad in Yokohama Stadion with his friend. Danang is a big fan of F.C. Barcelona. If you also a fan of soccer, maybe you know Barcelona's young player, Thiago Alcantara [http://en.wikipedia.org/wiki/Thiago_Alc%C3%A2ntara]. He currently plays as central midfielder in F.C. Barcelona and he is one of the most talented young players in his generation. So, Danang wanted to give “Alcantara” as the second or third name of Mahesya. But first we had to find the origin and the meaning of “Alcantara”.

After googling it, we found “Alcantara family crest & history” [http://www.houseofnames.com/alcantara-family-crest]. It says that the Alcantara surname derived from the place name Alcantara on the Tagus river in the province of Caceres, Extremadura, Spain. Alcantara derived from the arabic word “qantara” which means “bridge” with the definite article “al”. The bridge in question was built about the year 105 by the Romans and the village was named for the bridge by the Moors. The bridge Alcantara is still standing today.

After knowing the meaning of the word Alcantara, Danang suddenly just had the idea to give the whole meaning of Mahesya's name as “great leader who is able to connect knowledge (with the world)”. In Indonesian is “Pemimpin yang menjembatani Ilmu”. ^_^

So, finally, we had to find a word that means “knowledge” to complete the puzzle. After searching and searching, we found that the word “Abbi”, originally from Javanese, means “knowledge” (in Indonesian is ilmu/pengetahuan). Yeay!! That's it!! We got our second M.A.A in our family!! Hahaha.. :D

excited to meet little brother... :D
Now we just have to find a nickname for Mahesya, because calling him “Mahesya” makes us confused since it's similar to “Myesha”, most of the time we made mistake calling “Mahesya” with “Myesha”... hahahaha... Until this moment we couldn't find the perfect nickname. Some of our friends and family gave us some ideas such as “Asya”, “Mabi”, “Esya”. I was thinking about “Alqa” but Danang said that “Matcha” would be unique because “matcha” means “green tea” in Japanese, since Mahesya is born in Japan. :p So, what do you think? Can you give us more ideas? Please leave your comment & let us know... :D


2012/01/31

My Pregnancy in Japan: Persiapan Persalinan Part.2

My 36 weeks belly! :D
Setelah melihat-lihat ruangan persalinan, Tagawa-san menjelaskan tentang fasilitas lain yang ada di Shounan Atsugi Hospital. Tagawa-san mengatakan bahwa di Shounan Atsugi tidak tersedia Neonatal Intensive Care Unit (NICU) atau ICU khusus bayi, jadi jika terjadi sesuatu pada bayi yang baru lahir biasanya ditransfer ke rumah sakit lain yang terdekat. Lalu Shounan Atsugi adalah rumah sakit yang sudah terdaftar dalam The Japan Obstetric Compensation System for Cerebral Palsy, jadi kalau misalnya ada bayi yang mengalami cerebral palsy maka seluruh pengobatannya akan ditanggung oleh pemerintah Jepang. Oleh karena itu juga kita disuruh untuk mengisi formulir untuk sistem tersebut. Semoga saja nanti saya tidak akan membutuhkan NICU atau formulir cerebral palsy tersebut.

Setelah itu, kita membahas tentang persiapan dan kapan harus menelepon atau datang ke rumah sakit. Tagawa-san pertama2 menanyakan tentang riwayat persalinan saya yang pertama, misalnya seperti saat melahirkan Mye, berapa lama waktu dari awal kontraksi sampai saya melahirkan. Saya menceritakan bahwa dari kontraksi yang setiap 10 menit hingga setiap 3 menit waktu itu memakan waktu sekitar 3 jam, dan saat kontraksi setiap 3 menit itu saya sudah pembukaan 7cm, lalu dari pembukaan 7cm sampai melahirkan saya menghabiskan waktu 2,5 jam. Jadi total seluruhnya 5,5 jam. Saya juga mengatakan bahwa untuk mengejan saya hanya membutuhkan waktu 7 menit dengan 4 kali mengejan. Katanya sih biasanya untuk mendorong bayi keluar (saat mengejan) bisa memakan waktu 20 menit sampai 1 jam. Tagawa-san mengatakan kalau itu sangat cepat untuk ukuran baru melahirkan pertama kali dan untuk kedua kali ini sepertinya saya akan membutuhkan waktu lebih cepat lagi. Awalnya Tagawa-san mengatakan kalau saya harus menelepon ke rumah sakit saat saya kontraksi setiap 10 menit, tapi setelah ditimbang2 dia berpikir kalau mungkin sebaiknya saya menelepon saat saya kontraksi setiap 15 menit, takut2 nanti waktu dari kontraksi setiap 15 menit ke 10 menit lalu ke 3 menit akan cepat dan saya keburu melahirkan di jalan. Hahahaha... Padahal kayanya kalau di Belanda mungkin bakal lebih deg2an karena kita baru diperbolehkan datang ke rumah sakit jika sudah pembukaan 6cm. :p

Tagawa-san menjelaskan apa saja yang perlu dibicarakan di telepon, apa saja yang akan ditanyakan dan apa saja yang perlu dikatakan. Tentu saja nanti pas saya telepon ke rumah sakit, kemungkinan besar (kayanya sih bukan kemungkinan besar tapi yakin... :p) saya tidak akan berbicara dengan seseorang yang bisa bahasa inggris, jadi Tagawa-san mengatakan sebisa mungkin saya bicara dalam bahasa jepang. Maka itu Tagawa-san menjelaskan kepada saya apa saja yang perlu saya katakan di telepon agar saya bisa antisipasi dan mungkin bisa mempersiapkan kalimat2nya nanti. Yah, pastinya akhirnya saya membutuhkan translate dari teman jepang saya untuk kalimat2 tersebut. Semoga pada saatnya nanti saya tidak panik dan tidak blank jadi saya bisa menggunakan kalimat2 tersebut dan saya bisa mengerti sedikit apa yang dikatakan bidan di telepon nanti. 

Selain harus berbicara di telepon dengan pihak rumah sakit, pastinya kita juga harus telepon taksi untuk pergi ke rumah sakit. Jadilah saya juga harus mempersiapkan kalimat2 jepang untuk menelepon taksi. Haduh haduh.. ini kayanya saya bakal lebih deg2an untuk hal telepon-meneleponnya dibandingkan untuk melahirkannya deh... Hahahahaha...

Tagawa-san juga menjelaskan prosedur yang akan dilakukan saat persalinan nanti. Saat persalinan nanti yang akan membantu persalinan hanya bidan, jadi dokter mungkin akan datang jika terjadi situasi yang darurat saja. Prosedur lain yang dilakukan Shounan Atsugi adalah tidak menggunakan epidural dan tidak melakukan episiotomy (pengguntingan untuk memudahkan persalinan), jadi mereka benar2 melakukan persalinan alami, sama seperti di Belanda. Oh, by the way,  persalinan normal (vaginal birth) dengan persalinan alami (natural birth) itu ternyata berbeda loh. Saya juga baru tahu dari sebuah referensi di internet. Jadi kita bisa saja melakukan persalinan normal, tapi mungkin ada yang menggunakan prosedur2 seperti penggunaan epidural atau melakukan episiotomy. Tapi kalau persalinan alami adalah persalinan normal yang dilakukan tanpa adanya intervensi atau penggunaan prosedur2 seperti penggunaan epidural atau episiotomy. Di Shounan Atsugi juga akan melakukan operasi caesar hanya jika terjadi keadaan darurat, jadi tidak seperti di Indonesia mungkin disaat2 terakhir kita bisa memilih minta di operasi caesar saja supaya lebih mudah. Jika usia kandungan sudah melebihi 41 minggu maka mereka akan melakukan prosedur perangsangan dengan induksi. 

Umumnya setelah melahirkan kita akan menginap di rumah sakit untuk 5 hari. Karena buat saya sepertinya 5 hari kelamaan dan mungkin membosankan, Tagawa-san mengatakan bisa saja saya pulang di hari ke 3 atau ke 4 jika kondisi saya dan bayi sehat tanpa masalah apapun. Tapi yang menjadi sedikit masalah adalah di hari ke 5 sang bayi akan diambil darahnya dari bagian tumit untuk di test tentang kemungkinan adanya penyakit bawaan atau keadaan kesehatan lainnya yang mungkin akan timbul saat dewasa nanti. Hal ini juga memang dilakukan di Belanda dan saya ingat memang dilakukan pada hari ke 5 juga. Tagawa-san lalu memberikan pilihan kalau saya bisa pulang di hari ke 4 dan saya bisa melakukan pengambilan darah bayi di hari ke 4, daripada misalnya saya pulang di hari ke 3 tapi lalu saya harus balik ke rumah sakit di hari ke 5 untuk pengambilan darah. Hmmm... dari sekarang jadi harus mikir deh enaknya gimana ya... @_@

Untuk beberapa prosedur pasca melahirkan seperti pengambilan darah pada tumit bayi, pemberian vitamin K untuk bayi dan pemberian obat tetes mata anti-virus untuk bayi dan bahkan untuk memandikan bayi pada hari ke 3 saja kita harus menandatangi formulir persetujuan yang sudah disediakan dalam bundelan tebal yang bersamaan dengan birth plan. Saya menceritakan kalau di Belanda biasanya bayi diberikan vitamin K tetes sejak usia 8 hari hingga 3 bulan, sedangkan di Jepang diberikan hanya 3 kali selama 2 minggu pertama kehidupan bayi. Tagawa-san agak kaget dan malah jadi berpikir "apa di Jepang perlu seperti itu juga ya?"... Hahahaha... Saya juga bilang di Belanda bayi usia 8 hari hingga 1 tahun diberikan vitamin D tetes setiap hari, tapi sayang saya tidak menemukan vitamin D tetes di Jepang. Saat Mye dibawa pulang ke Indonesia pun waktu itu kita sampai membawa beberapa botol vitamin D tetes dari Belanda. :)

Pihak rumah sakit juga memberikan sebuah tas bingkisan yang besar berisi perlengkapan pasca melahirkan, misalnya seperti pembalut wanita, tissue basah, dan barang2 personal untuk menginap di rumah sakit seperti sandal, sikat gigi, tissue, dsb, bahkan ada underwear juga. Wah ternyata sama kaya di Belanda ya kita dikasih kraampakket (paket persalinan) yang dikirimkan ke rumah dari pihak asuransi, walaupun yang di Jepang kayanya lebih lengkap. Tapi untuk pakaian sehari2 dan perlengkapan pribadi selama di rumah sakit kita tetap harus membawa dari rumah. Untuk pakaian bayi sih sudah disediakan dari rumah sakit, paling kita hanya membawa satu baju yang akan dipakai bayi untuk pulang. 

Kekhawatiran lain yang ada dipikiran saya adalah Mye. Walaupun nanti ibu saya akan ada disini untuk membantu mengurus Mye tapi kita kan tidak akan tahu apakah nanti Mye bisa anteng dengan nini-nya. Atau apakah nanti Mye mau anteng seharian dengan ayahnya. Karena memang sehari2, ya bisa dibilang hampir 24 jam Mye selalu sama saya saja. Kalau saya tinggal mungkin beberapa jam saat weekend karena saya jalan2 untuk belanja saja kadang2 Mye agak susah makan dengan ayahnya. Ya selain Mye makannya memang lama, tapi dengan tidak adanya saya bisa lebih lama lagi. Lalu kalau tidur malam juga biasanya Mye nempel sama saya, kalaupun tidak nempel kadang di tengah malam dia bisa terbangun lalu pindah tempat dekat saya. Hahaha... Kira2 kalau saya tidak ada gimana ya? @_@  Well, setidaknya Mye saat kita bincang2 dengan Tagawa-san yang memakan waktu hingga 1,5 jam, dia bisa tenang dan anteng, cuma modal dikasih kertas dan bolpen untuk corat-coret. Meskipun saat 20 menit terakhir dia mulai nempel2 di saya atau ke ayahnya karena ngantuk. Hahaha... 

Well, so far, 36 minggu saya tidak mengalami bengkak2 di daerah kaki dan jari2 tangan. Pas hamil pertama dulu kayanya hamil 5 bulan saja saya sudah lepas cincin kawin karena sudah tidak nyaman dipakai. Lalu pada usia kandungan 7 bulan saya terpaksa membeli boots baru karena boots lama saya tidak muat karena kaki suka bengkak, terutama setelah jalan2. Sepertinya melakukan olahraga 3-4 kali seminggu memang membantu tubuh kita yang sedang hamil supaya tidak mengalami bengkak2, karena dengan olahraga kan aliran darah dalam tubuh menjadi lancar. Tapi satu yang tidak bisa dihindari adalah keram kaki!! Uuugghhh.... kalau saya ngulet dikit saja, kalau tidak hati2 kaki saya bisa keram, kadang2 malah bisa keram dua-duanya. ~_~"

Oh iya, hampir lupa cerita soal hasil test GBS yang dilakukan 2 minggu lalu. Alhamdulillah saat  pemeriksaan dokter hari ini hasil test GBS saya negatif, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan dan saya tidak perlu disuntikkan antibiotik saat proses persalinan nanti. Yeay! :D  Setidaknya satu kekhawatiran bisa dihilangkan. Hehehe...  Mulai minggu ke 33 kita juga lebih sering di test anemia oleh bidan, sepertinya hampir setiap 2 minggu saya di test anemia. Lalu mulai minggu ke 37, setiap check up kita juga check up dalam alias check up vagina. Kayanya mereka benar2 hati2 dan teliti dalam memeriksa, atau... "terlalu" parno? :p

Tinggal menghitung hari nih!! Semangaaaattt... ^_^





2012/01/24

My Pregnancy in Japan: Persiapan Persalinan Part.1

Tidak terasa sekarang usia kandungan sudah 36 minggu, berarti insya Allah tinggal 4 minggu lagiiiii... ^_^  Segala perlengkapan buat bayi sepertinya sih sudah siap semua. Sebenernya saya malah untuk anak kedua agak bingung harus sedia apa lagi ya? Hahaha.. soalnya perasaan beberapa perlengkapan masih ada dari bekas Mye, jadi ada beberapa barang yang tidak perlu beli lagi.

32 weeks belly... in this picture it doesn't look like my belly is big, but actually is big.. hahaha...
Persiapan untuk ibu saya datang ke Jepang juga insya Allah sudah siap. Alhamdulillah untuk apply visa ke Jepang tidak sulit dan semua selesai dalam waktu yang cukup singkat. Saya juga nitip beberapa baju bekas Mye yang ada di Indonesia untuk dibawakan ke sini. Terutama sih baju2 bayi Mye yang tebal dan hangat yang dulu sempat dipakai pas di Belanda karena disini sekarang masih dingin udaranya. Hari ini bahkan turun salju tapi sayang saljunya yang tipe cepat cair jadi tidak numpuk di darat deh. :'(

Selain itu saya juga nitip beberapa baju menyusui, korset untuk pasca melahirkan, jamu habis bersalin, minyak telon, minyak kayu putih dan beberapa perlengkapan bayi lainnya yang tidak ada di Jepang. Saya membeli beberapa baju menyusui dan korset yang khusus untuk pasca melahirkan dari toko online di Indonesia. Kenapa gak beli aja di Jepang? Satu karena baju menyusui di Jepang hargenyeee aduhaaiii mahal. Mungkin bisa 2 atau 3 kali lipat daripada baju2 menyusui yang di jual di toko online Indonesia atapun di ITC. Kedua karena model baju menyusui di Indonesia menurut saya lebih bagus dan variatif juga colourful dibanding di Jepang yang cenderung monoton dengan warna2 atau motif2 yang kurang asik. Jadi kalau saya bisa dapat yang model lebih bagus dengan harga lebih murah di Indonesia dan saya bisa minta tolong bawakan, lebih baik kan? Hehehe... Lalu soal korset sih satu karena yang di Indonesia lebih murah dan modelnya lebih lebar. Lebar dalam artian bisa menutupi seluruh perut. Di Jepang juga banyak korset2 pasca melahirkan, dibandingkan dengan di Belanda yang kayanya tidak ada, paling2 di Belanda adanya korset biasa untuk yang bukan khusus pasca melahirkan. Selain itu harga korset di Jepang juga bisa 3 kali lipat lebih mahal daripada korset di Indonesia dan satu lagi adalah ukurannya kecil2!! Duh kalau buat badan saya yang gajah ini kayanya gak muat deh... Hihihi... Kalaupun muat mungkin terlalu ketat dan membuat saya tidak bisa bernapas. Hahahaha...

Sejauh ini memasuki minggu ke 36 berat badan naiknya 10 kg. Sepertinya masih batas aman. Bahkan sang bidan bilang kalau saya berhasil bisa mengendalikan diri... Hahahaha... Tapi bidan juga cukup kaget saat saya katakan saya melakukan pilates 4 kali seminggu, mungkin dia tidak pernah mendengar ada pasiennya yang segitunya berolahraga saat hamil. Hihihi... Tapi memasuki minggu ke 36 ini melakukan gerakan2 pilates sangatlah sulit. Terutama saat harus melakukan core pilates atau pilates untuk daerah perut, pinggang & punggung yang mana gerakannya lebih banyak sit up dengan bantuan bantal yang tinggi. Takut2 kalau saya malah jadi sakit pinggang, saya sekarang menghindari core pilates. Bahkan untuk tiduran biasa telentang saja saya tidak bisa lama2, rasanya tulang belakang sakit karena tertekan oleh bayi. Jadi untuk minggu terakhir ini saya hanya melakukan standing pilates, pilates for flexibility dan ditambah dengan latihan angkat beban saja untuk melatih otot lengan dan punggung agar tetap kencang. Tapi tidak lupa ditutup dengan yoga 10 menit untuk relaksasi... ^_^

Dua minggu yang lalu, pada minggu ke 33 saya melakukan check up rutin. Sejak setelah minggu ke 26, di Jepang pemeriksaan rutinnya menjadi setiap 2 minggu, berbeda dengan di Belanda biasanya dari setiap 4 minggu menjadi setiap 3 minggu. Pada minggu ke 33 dokter melakukan yang namanya test GBS (Group B Streptococcus).  Di Jepang, test ini umumnya dilakukan di minggu ke 33 atau 34, tapi kalau yang saya baca dari referensi di Amerika dilakukan pada minggu ke 35-37. Saya agak heran juga kenapa dilakukan test ini dan saya juga belum pernah dengar dan di Belanda pun tidak dilakukan test ini. Sayapun menanyakan detail tentang test ini kepada sang dokter dan ternyata sudah umum dilakukan di Jepang. Jadi GBS adalah sejenis bakteri yang biasanya menghuni saluran pencernaan, tapi bakteri ini juga bisa ada di dalam saluran vagina dan daerah sekitarnya. GBS tidaklah berbahaya bagi orang dewasa tapi bisa membahayakan bayi. Saat hamilpun, jika kita terkena GBS tidak akan membahayakan janin, tapi yang berbahaya adalah saat melahirkan karena bayi akan melalui saluran vagina. Jika saluran vagina kita terinfeksi GBS maka sang bayi kemungkinan untuk tertular. Gejala biasanya akan timbul pada minggu pertama kehidupan bayi, umumnya muncul di 24 jam pertama kehidupan bayi. Meskipun hanya terjadi pada 0.35 kasus per 1000 kelahiran hidup, infeksi GBS bisa menimbulkan penyakit seperti sepsis (infeksi pada darah), pneumonia dan meningitis (yang ini biasanya jarang). Jika bayi terkena meningitis maka dalam jangka panjangnya bayi akan mengalami kehilangan penglihatan atau pendengaran, cerebral palsy atau gangguan perkembangan lainnya, dan sekitar 5% dari penderita biasanya tidak bertahan hidup. Wow, saya sendiri kaget bisa seperti itu ya. Lalu bagaimana kalau kita terinfeksi GBS? Nah jika hasil test menunjukkan positif terkena infeksi GBS maka saat kita sedang kontraksi, atau sebelum melahirkan, maka kita akan disuntikkan antibiotik untuk mencegah penularan GBS kepada bayi. Fiuh! Ternyata ada pencegahannya. Jadi lebih baik mencegah daripada mengobati kan. :) 

Hari ini adalah hari check up ke dokter dan tidak seperti hari check up yang biasa, sebelum saya bertemu dengan dokter, saya harus bertemu dan berbincang2 panjang lebar tentang persiapan persalinan dengan bidan. Dua minggu sebelumnya, saat check up yang lalu, bidan sudah membuat janji dengan kami untuk menjelaskan tentang prosedur persalinan dan segala persiapannya. Tentu saja saya harus bertemu dengan bidan yang berbahasa inggris, jadi saya bertemu lagi dengan bidan Mariko Tagawa. Saya salut sekali dengan pelayanan Shounan Atsugi Hospital yang secara profesional melayani saya sebagai orang asing dan saya merasa jadi spesial karena ada satu bidan yang in charge melayani saya dalam bahasa inggris. Saya tidak tahu bagaimana jadinya kalau saya memilih rumah sakit lain apakah akan mendapatkan pelayanan yang sama atau mereka cuek saja saya tidak mengerti bahasa Jepang. Menjelaskan tentang prosedur persalinan dalam bahasa inggris bagi Tagawa-san bukanlah hal yang mudah. Maka itu dia harus membuat janji dengan saya 2 minggu sebelumnya karena dia harus menyiapkan segala referensi dan mempersiapkan/memilih bahasa atau kata2 yang tepat dan jelas untuk saya supaya saya dan suami saya tidak salah paham.

Jadi saat kami datang hari ini ke rumah sakit, Tagawa-san sudah siap dengan segala kertas2nya yang berisi "contekan" bahasa inggris tentang apa saja yang dia perlu tanyakan dan jelaskan kepada saya. Dia juga menyediakan kamus digital in case ada kata2 yang dia tidak bisa jelaskan. Kami dibawa ke ruang private, jadi kita bisa nyaman dan bebas untuk ngobrol. Pertama yang ditanyakan Tagawa-san adalah birth plan yang sudah saya tulis. Jadi pada awal kehamilan, kira2 saat memasuki bulan ke 3, rumah sakit memberi bundelan berupa beberapa form2 yang harus di isi, nah salah satunya adalah birth plan. Kayanya saya sudah cerita tentang bundelan ini di bagian lain My Pregnancy in Japan: Trimester Pertama. Nah kali ini Tagawa-san ingin memastikan apa yang saya inginkan. Pada birth plan saya awalnya mengatakan kalau ingin melahirkan di tempat tidur, karena di Shounan Atsugi biasanya melakukan persalinan diatas tatami. Lalu Tagawa-san menawarkan untuk melihat ruangan dengan tempat tidur dan ruangan tatami. Setelah saya lihat, ternyata ruangan tatami menarik sekali. Saya jadi "tertantang" untuk melahirkan di atas futon dan tatami. Hahaha... Walaupun ruangan bertempat tidur sepertinya lebih luas dibanding ruang tatami, tapi mungkin pengalaman melahirkan diatas futon dan tatami akan menjadi cerita yang menarik. Jadi saya mengatakan kepada Tagawa-san kalau saya mau mencoba ruang tatami, walaupun kata Tagawa-san sih kalau kita berubah pikiran lagi disaat2 terakhir kita boleh koq pindah ruangan.


TO BE CONTINUED... ^_^