2011/10/26

Suka Anak Kecil vs Anti Anak Kecil

Anak kecil adalah makhluk Tuhan yang paling polos & lugu, juga lucu sekaligus nakal atau jahil. Tentu saja tidak semua manusia di dunia ini menyukai anak kecil. Beberapa waktu lalu saya membaca sebuah artikel tentang memiliki anak dalam keluarga, artikel tersebut saya baca dari website luar negeri, dan saya cukup kaget pas melihat komentar2 dibawah artikel tersebut bahwa banyak sekali pasangan yang memutuskan untuk tidak memiliki anak. Ya, tentu saja hal tersebut sebenarnya banyak terjadi di negara2 barat. Menurut mereka yang tidak ingin memiliki anak, anak adalah sesuatu yang membebankan hidup mereka, mengganggu karir mereka & tidak menyenangkan. Saya sendiri kenal beberapa orang yang tidak ingin memiliki anak dalam hidup mereka, bahkan saat mereka sudah menikah. Saya termasuk orang yang terbuka dan saat beberapa orang tersebut bercerita tidak ingin memiliki anak kepada saya, saya sih bisa terima. Tapi mungkin untuk sebagian orang lainnya mungkin akan berpikiran negatif, apalagi bagi orang timur yang sebagian besar tujuan mereka untuk menikah adalah untuk memiliki keturunan. Sedangkan untuk orang2 dari negara barat banyak yang menikah bukan karena untuk memiliki keturunan saja, tapi berbagi hidup dengan pasangan, berbagi kasih sayang, saling menghargai & menghormati tanpa harus ada kehadiran anak. Coba saja kalau di Indonesia kan pasti setelah sepasang kekasih menikah pasti pertemuan berikutnya mereka akan dibombardir pertanyaan "sudah isi belum?" "kapan nih punya momongan?", kalau di negara2 barat hal tersebut adalah hal yang tidak sopan untuk ditanyakan karena bersifat sangat pribadi. Mereka bisa saja loh marah karena pertanyaan tersebut.

ooppsss..  :p  gini nih klo jahilnya keluar... hehehe..
Seperti di Jepang, banyak wanita karir yang tinggal di kota2 metropolitan seperti Tokyo yang sepertinya mereka tidak antusias untuk memiliki anak. Bahkan mereka terkadang melihat seperti "jijik" kepada anak kecil. Padahal sebenarnya anak kecil tersebut tidak melakukan hal yang melewati batas. Mungkin hal ini tidak hanya terjadi pada diri saya, tapi saat saya sedang jalan2 dengan anak saya di kereta atau bis, lalu anak saya dipangku dan disebelah saya ada seorang wanita yang berdandan rapi dan terlihat "berkelas", wanita tersebut kadang terlihat tidak nyaman berada disamping saya. Apalagi saat misalnya anak saya menggoyang2kan kakinya, lantas wanita tersebut selalu terlihat membersihkan rok atau celananya, padahal terkena sepatu anak saya saja tidak. Kadang tidak hanya wanita, tapi ada juga pria yang berdandan rapi juga melakukan hal yang sama. Kalau saya lihat mereka itu tidak terlalu muda, saya rasa mereka usianya 30an. Kalau mereka takut kena ya pindah tempat duduk saja, masa kita yang membawa anak yang harus pindah? Lagipula yang namanya tempat duduk di kereta atau bis kan sebagian besar ditujukan bagi mereka yang hamil, membawa anak, lansia, memiliki keterbatasan dan sakit. Kalau mereka sehat2 saja, ya silahkan saja berdiri atau cari tempat duduk lain.

everything out so Mye can be in the box... :p
Lain hal jika saya berada di restoran. Anak saya yang berusia 1,5 tahun tentu saja sedang senang2nya gratak sana sini, dalam usia ini memang anak2 lagi "gak bisa diam". Saya suka membawakan brokoli rebus untuk anak saya dan saya suka membiarkan dia untuk mencoba makan sendiri dengan garpunya. Pastinya umur 1,5 tahun dia belum bisa benar2 menyuap sendiri makanannya tapi dia mencoba dengan bantuan kita tentunya. Untuk umur segini yang namanya makan rapi tidak belepotan sepertinya susah dan harusnya semua orang bisa memaklumi hal tersebut. Namun terkadang orang yang berada disamping kita itu melihat anak kita belepotan koq tidak suka ya? Lalu apakah dengan demikian mereka jadi tidak nafsu makan?

after eating cheese dessert... :)
Saat berjalan2 di mall kita juga sering menemukan balita2 yang lari sana sini, berteriak kencang, menangis kejer, ngamuk, dsb. Hal demikian memang suka kita temui dan mungkin anak kita juga melakukannya. Saya sendiri mungkin akan agak terganggu bila sedang berjalan2 dan anak saya sedang tidur lalu menemui seorang anak yang berteriak2 terus tanpa henti atau menangis kejer. Saya akan khawatir kalau anak saya terbangun, tapi mau bagaimana lagi, ya saya harus maklum, saya juga seorang ibu dan kalau saya berada dalam kondisi ibu si anak itu mungkin saya juga bingung. Maka itu saya memilih untuk berjalan ke arah lain menghindari suara berisik tersebut. Tidak susah kan? Tapi bagaimana kalau ada yang berteriak2 atau menangis kejer saat kita di dalam kereta atau bis? Kita kan gak bisa menghindar? Ya sudahlah, terima saja kondisi tersebut, tidak perlu marah kan? Kejadian seperti itu kan tidak kita temui setiap hari. Kita mencoba berempati saja kepada orang tua anak tersebut dan membayangkan kalau kita dalam kondisi mereka bagaimana. Kita sebagai orang yang sudah dewasa harusnya yang bisa memaklumi bukan kita lantas bergumam marah2 dan memasang muka tidak suka. 

Jika ada orang memutuskan untuk tidak memiliki keturunan, ya itu sih hak mereka, kita tidak berhak untuk menghakimi mereka karena itu pilihan hidup mereka. Tapi mereka juga harus bisa menghormati hak orang lain yang memutuskan untuk memiliki anak dan membesarkan anak mereka. Bagi yang tidak menyukai anak ya jangan lantas memberikan pandangan yang sinis kepada mereka yang punya anak. Jika tidak suka melihat mereka ya menghindar saja. Apakah dengan adanya orang2 yang tidak menyukai anak kecil lalu kita yang memiliki anak kecil harus mengurung diri di rumah saja dan tidak jalan2 hanya karena untuk menghindari masalah?? Apakah kita lantas harus "mengikat" anak kita dan membatasi kreativitas dan ekspresi mereka?? Mendidik anak memang bukan hal yang mudah, saya sendiri setiap hari harus belajar lagi, lagi dan lagi dalam mendidik anak, hingga detik ini pun saya masih merasa tidak punya ilmu apa2 dan nilai saya masih merah. Bagaimanapun juga saya terus mencoba supaya anak saya bisa berkelakuan baik saat berada di tempat umum agar tidak menggangu orang lain. Jika kita yang mempunyai anak bisa menjaga perasaan orang yang tidak memiliki anak, kenapa yang tidak memiliki anak tidak bisa melakukan hal yang sama??



2011/10/25

Percaya Mitos atau Pakai Logika?

Semua orang pasti tahu dan sudah biasa mendengar kata "pamali" yang ditujukan untuk hal2 berbau "tidak boleh dilakukan" karena cerita mitos tertentu. Kenapa ya banyak sekali mitos yang kita kenal? Mungkin sebut saja "anak gadis pamali duduk di pintu katanya susah jodoh" padahal mah kalau duduk di pintu kan memang menghalangi orang jalan. Atau ada mitos lain seperti "kalau lagi haid jangan keramas" tapi tidak jelas alasannya kenapa. Lalu untuk mitos2 tidak jelas ini kenapa harus diikuti atau dipercaya? Kalau dari segi logika, apa ya hubungannya tidak boleh keramas dengan haid? Kan keramas itu untuk menjaga kebersihan badan, koq dilarang2. 

Minggu lalu saya potong rambut sendiri, hal itu udah biasa saya lakukan sejak 2 tahun yang lalu karena saya pikir saya pakai jilbab, repot kalau harus ke salon, apalagi di rantau tidak ada salon khusus wanita dan satu lagi adalah biaya salon di Belanda maupun di Jepang ternyata mahal sekali, jadi selain untuk menghemat, saya pikir ini untuk "uji kebolehan" saya... hahahaha... Semakin kemari memang kemampuan potong rambut sendiri semakin lihai dan saya rasa siapapun bisa melakukannya juga. Lalu saya bercerita ke sepupu saya soal saya potong rambut sendiri, eh, dia bilang "emang gak papa? kan lagi hamil?". Lantas saya tanya "apa hubungannya hamil dengan potong rambut sendiri?". Dia jawab "ya cuma mitos aja sih, gak tau juga kenapa". Saya juga memotong rambut saya sendiri saat hamil yang pertama dan sepertinya tidak ada yang mengatakan apa2. 

Menurut saya saat ini hal2 demikian harus dipikir menggunakan logika, jangan asal ikut2an saja. Misalnya mitos "jangan membeli pakaian atau perlengkapan bayi sampai usia kandungan 7 bulan", waduh maaf saja, kalau mitos kaya gitu diikuti pas saya di Belanda ya gak mungkin, soalnya saat kita memasuki usia kandungan 7 bulan malah perlengkapan bayi harus sudah lengkap semua dan akan diperiksa oleh bidan apakah sudah lengkap, sudah benar/sesuai. Kalau tidak sesuai ya harus diganti/ditukar atau kalau ada yang kurang harus ditambah. Jadi saya sudah mulai belanja sejak usia kandungan 4 atau 5 bulan. Kalau dipikir2 ada benarnya juga semua harus sudah tersedia saat usia kandungan 7 bulan, karena mungkin mereka mencegah kalau2 bayi kita lahir prematur 7 bulan maka semua perlengkapan sudah siap. Coba kalau misalnya melahirkan prematur lalu belum ada persiapan apa2, apa gak bingung tuh? Mungkin kalau di Indonesia kita masih ada orang tua atau saudara yang bisa belikan semua, tapi kalau di rantau saat kita jauh dari orang tua dan sanak saudara bagaimana? Masa minta tolong teman? Belum tentu kan teman kita mengerti apa yang harus dibeli. Lalu menurut saya belanja saat perut sudah besar adalah hal yang kurang nyaman. Kita sering cepat capek, dengan perut semakin besar juga kita cenderung beser ke toilet melulu, kalau belanja berdesak2an juga tidak nyaman karena kita akan bersenggolan dengan orang lain, apalagi kalau yang kena senggol perut, kan gak enak. 

Tapi satu mitos yang saya ikutin saat hamil adalah "tidak gembar-gembor kepada orang banyak soal kehamilan sampai usia kehamilan diatas 12 minggu (3 bulan)". Menurut saya mitos itu benar dan kalau dipikir dengan logika usia kehamilan 0-3 bulan adalah usia kehamilan yang cukup rentan bagi beberapa wanita dan bisa mengalami keguguran. Jadi misalnya kita sudah gembar-gembor bilang hamil dari usia misalnya 5 atau 6 minggu lalu mengalami keguguran (amit2 jabang bayi..), nanti kita sendiri yang pastinya sakit hati, sedih dan capek harus menjelaskan ke orang2 kalau kita keguguran. Ujung2nya mungkin kita segan bertemu dengan teman2 atau keluarga karena takut ditanyakan soal kehamilan kita. Namun demikian, saya lihat fenomena mitos ini sudah dihilangkan oleh beberapa teman2 atau saudara2 saya. Jangankan saat benar2 sudah hamil (sudah dinyatakan dokter benar hamil), baru telat haid saja dan belum periksa ke dokter kandungan atau baru test pack saja sudah bercerita. Mungkin saking senangnya jadi tidak bisa menahan diri. Saat orang dilanda kebahagiaan yang sangat amat, logika memang akhirnya suka kalah ya... hehehe... Menurut saya sih, ini sih cuma pendapat saya aja loh (nanti banyak yang protes lagi.. hehehe...) kalau hamil belum 12 minggu mungkin sebaiknya kita hanya sharing dengan orang tua, saudara dekat (saudara kandung) dan sahabat terdekat saja, tapi tidak perlu bikin pengumuman dimana2.

Satu mitos besar lainnya yang cukup bikin heboh di keluarga saya adalah "laki2 sunda tidak boleh menikah dengan perempuan jawa". Katanya istilahnya itu sang laki2 bisa "kalah", mungkin dalam karir, dalam memimpin rumah tangga, dsb. Cerita mitos itu sebenarnya berawal dari masalah "harga diri" dimana pihak Jawa merasa dirinya lebih terhormat dari Sunda karena kerajaan Jawa lebih tua daripada kerajaan Sunda. Alasan kedua adalah karena terjadinya perang Bubat (1279 M) antara Kerajaan Jawa dengan Kerajaan Sunda dan pihak Sunda merasa harga dirinya dihina karena dalam perang tersebut putra-putri dari kerajaan Galuh dibantai oleh kerajaan Majapahit. Hadeehh.. yang kaya gini udah beratus2 tahun yang lalu masih aja dipercaya ya? Kan katanya Bhineka Tunggal Ika, jadi harusnya yang membawa2 nama suku atau adat tertentu dihilangkan donk ya? Hehehe... Saya rasa, kalaupun terjadi hal2 yang negatif dengan pasangan laki2 sunda dengan istri jawa, kayanya hanya kebetulan saja, tidak semua pasangan mengalami hal tidak baik, malah ada saja tuh yang langgeng, sejahtera & baik2 saja. Rumah tangga kan dibangun atas dasar rasa setia, saling menghargai, kasih sayang, dan elemen2 pendukung lainnya tapi bukan berdasarkan mitos.

Kalau dipikir2 di Indonesia banyak sekali ya mitos2. Mungkin bahkan masih banyak mitos yang belum saya tahu. Tapi kalau kita selalu mengaitkan semua hal dengan mitos dan tidak menggunakan logika kapan kita majunya donk ya? Hehehe...